Selasa, 17 Agustus 2010

Ensiklopedi Penyiksaan (Resensi)

Judul asli buku ini adalah Mausû’ah al-‘Azâb (Ensiklopedi Penyiksaan). Dari judulnya saja, orang akan mengernyitkan dahi. Kok aneh? Apa yang dimaksud dengan Ensiklopedi Penyiksaan? Buku ini ditulis oleh Abud Asy-Syaligi dan diterbitkan oleh Penerbit Dâru al-‘Arabiyah li al-Mausû’ât.

Berikut sinopsisnya:

Penyiksaan bagian dari kezaliman. Secara etimologi, zalim berarti meletakan sesuatu tidak pada tempatnya yang tepat. Secara terminologi, zalim adalah menyakiti dan merampas hak manusia. Zalim adalah lawan dari takwa yang berarti takut dan taat pada Allah. Allah berfirman, "Maka, orang-orang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya" (QS: Al-An’âm: 45). Rasulullah bersabda, “Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa membantu orang zalim maka Allah akan menjadikan orang zalim itu sebagai penguasanya .“

Sejarah dipenuhi oleh perilaku orang-orang yang berlebihan dan zalim. Di antara mereka ada yang dibalas segera, ada pula yang ditunda pembalasannya. Lebih dari itu, kezaliman mereka berakibat buruk pada anak, cucu dan keturunannya. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah, “Barangsiapa khawatir keburukan akan menimpa keturunannya, maka bertakwalah kepada Allah”.

Dalam sejarah, manusia mengalami berbagai cobaan melalui tangan orang-orang bengis dan zalim. Mereka menyiksa dan membunuh tanpa alasan yang benar. Mereka memperbudak manusia dan akhir perjalanan hidup mereka penuh dengan penderitaan. Nama mereka selalu disebutka dalam cerita-cerita tentang penyiksaan.

Penyiksaan tidak pernah dilakukan pada awal-awal Islam. Islam datang membawa kedamaiaan, cinta dan kasih sayang dengan prinsip “Tidak ada paksaan dalam agama”. Nabi Muhammad yang membawa Islam meringkas semua yang ia bawa dalam kalimat, “Aku ditutus untuk menyempurnakan akhlak”. Ia selalu menyampaikan pesan kepada setiap pasukannya: Jangan bersikap berlebihan, jangan berkhianat, jangan memutilasi, serta jangan membunuh perempuan dan anak-anak.”

Begitu pula halnya dengan Abu Bakar ash-Shidik. Ia selalu menyampaikan pesan kepada komandan pasukan perang, “Jangan berlebihan, jangan berkhianat, jangan memutilasi, jangan membunuh anak, jangan membunuh orang renta dan jangan membunuh perempuan. Jangan merobohkan dan membakar pohon kurma. Kalian akan bertemu dengan sekelompok orang (rahib) yang menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat ibadah. Biarkanlah mereka melakukan apa yang mereka lakukan.”

Suatu hari, sekelompok pasukan perang muslim datang kepada Abu Bakar sambil membawa penggalan kepala setelah mereka menyelesaikan perang. Abu Bakar marah dan berkata, “Ini (perilaku memenggal kepala) adalah perilaku orang lain (bukan perilaku orang muslim)!” Abu Bakar meminta mereka untuk tidak mengulangi perbuatan memenggal kepala karena itu perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Khalifah Umar ibn Khattab pernah berkata kepada para pegawainya, “Aku mengangkat kalian sebagai pegawai agar kalian menyelesaikan tugas kemasyarakatan dengan benar dan berlaku adil terhadap masyarakat. Aku menjadikan kalian sebagai pegawai bukan untuk menyiksa masyarakat dan merampas harta mereka”.

Ketika Bani Umayah (Umawiyûn) memangku kekuasaan, terjadilah perubahan dari kondisi yang diciptakan oleh al-Khulafâ’ ar-Râsyidûn (para khalifah yang terbimbing). Sebagian dari Bani Umayah bersikap zalim terhadap masyarakat dan mereka mengangkat pejabat-pejabat yang zalim. Pejabat pertama yang bersikap zalim terhadap masyarakat adalah Ziyad ibn Abihi. Ia menyiksa masyarakat dan mengubur mereka hidup-hidup. Ia menutup kuburan itu dengan tembok besar dan ia pernah memotong tubuh para perempuan.

Cerita tentang Hajaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi lain lagi. Karena kezalimannya, seluruh keluarga Hajaj harus menanggung akibatnya. Ketika ia mati dan digantikan oleh Sulaiman ibn Abdul Malik, Sulaiman memerintahkan semua laki-laki dari keluarga Hajaj ditangkap dan disiksa sampai mati.
Ketika Bani Abbas (Abbasiyûn) memangku kekuasaan, mereka mengumandangkan perang terhadap Bani Umayah karena kejahatan yang pernah mereka lakukan pada masyarakat. Mereka (Bani Umayah) telah melecehkan masyarakat dan bersikap serakah terhadap kekayaan nagara. Bani Abbas sering mengungkapkan kemarahan mereka terhadap kezaliman yang pernah dilakukan oleh Bani Umayah terhadap masyarakat: membunuh para laki-laki, melecehkan perempuan dan memenjarakan anak-anak. Mereka juga membunuh dengan menyalib di pohoh kurma, membakar dan mengusir.

Akan tetapi, sebagian dari Bani Abbas pun bersikap berlebihan dan zalim, seperti al-Manshur, al-Mutawakil, dan Qahir. Bahkan, kezaliman mereka melebihi kezaliman orang-orang sebelum mereka. Al-Manshur menerapkan semua bentuk penyiksaan terhadap masyarakat: menusuk mata orang yang disiksa dengan kayu, memakunya di tembok, menguburnya hidup-hidup dan menghancurkan rumah-rumah masyarakat.

Dalam kitab al-Kâmil fî at-Târîkh, Ibnu Atsir membuat satu bab khusus yang menjelaskan tentang kezaliman orang-orang berdarah dingin. Ibnu Atsir berkata, “Dengan membuat bab khusus tentang kezaliman, diharapkan orang-orang zalim itu menyadari bahwa kezaliman mereka akan tetap dikenang sepanjang masa. Dengan demikian, mereka akan segera menghentikan kezaliman. Hal ini tentu lebih baik walau mereka menghentikan kezaliman bukan karena Allah.”

Jahizh, dalam salah satu karyanya, menyebutkan sekelompok orang yang terkenal zalim. Maka, Allah mengutus seseorang yang menumpas mereka. Akibatnya, keturunan mereka tidak pernah dianggap oleh masyarakat. Keturunan mereka manjadi manusia-manusia yang tidak berguna. Contoh orang-orang yang zalim adalah Hajaj ibn Yusuf, Abu Muslim al-Kharasani, dan Yazib ibn Abu Muslim (seorang pejabat Irak yang diangkat oleh Hajaj). Walau memiliki keturunan yang banyak, tapi Allah membuat citra keturunan mereka sedemikian buruk. Maka, walau memiliki keturunan, mereka bagaikan orang-orang yang tidak memiliki keturunan.

Orang-orang yang zalim itu telah membuat noda hitam dalam lembaran sejarah. Mereka menjadi bukti kebenaran sabda Rasulullah, “Barangsiapa khawatir nasib buruk pada keturunannya, maka bertakwalah kepada Allah.” Orang-orang yang tidak bertakwa pada Allah, berlebihan dan zalim akan mengalami kerugian di masa depan. Mereka tidak akan memiliki keturunan yang membanggakan.

Sebagian dari bentuk penyiksaan membuat bulu kuduk berdiri ketika kita membayangkannya; lisan akan kelu ketika menyebutkan; ilmu akan gemetar ketika memastikan dan menuliskannya. Buku ini memuat bentuk-bentuk penyiksaan itu yang menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat buas melebihi kebuasan binatang. Dalam buku ini termuat kisah-kisah zaman klasik dan zaman modern tentang bentuk penyiksaan. Buku ini juga menjabarkan penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam proses penyiksaan. Semua itu dijelaskan oleh penulis buku ini dengan gaya tutur berkisah yang sederhana dan berpedoman pada bukti-bukti sejarah klasik yang ditransmisikan hingga ke masa kini.